Senin, 12 Juni 2017

Rejeki Legit Kue Lebaran




Aroma gurih kastengels, hmmmm....Wangi nanas dan cengkih menyeruak dari kue nastar, serta semerbak manis dan legit kue lidah kucing, benar-benar “menggoda” hidungku yang sedang berpuasa.

Tak hendak mencicipi kue kue mungil ini, karena memang belum saatnya berbuka. Tapi tanganku tak segera lepas dari toples berisi kue-kue yang selalu muncul ketika menjelang hari raya ini.

Mau pesan berapa toples ya. Aku segera berhitung. Aku pesan apa ya, karena semalam sudah mengiyakan tawaran seorang teman, 4 toples nastar. Sementara temanku kuliah juga menyodorkan penawaran yang sama, kastengels, nastar, putri salju dan kue almond, serta kue kacang mete. Penampilan fisik kue nyaris mirip. Hanya beda di packagingnya, lebih kelihatan wah. Aku akhirnya memesan kue kering berlapis mete, dan nastar (lagi), masing-masing 2 toples.

Karena tak kuasa menolak, aku juga sudah mengiyakan tawaran teman lainnya lagi untuk membeli mete goreng rasa gurih, pedas, dan orisinal. Oh aku lapar mata.... Apalagi sebelumnya aku sudah pesan kue kastengels bikinan teman sekantor, yang cukup menggoda.

Bagaimana tidak lapar mata, aku masih sempat sempatnya menanyakan apa tidak ada jenis kue yang baru lagi, selain nastar dan kastengels ? Jawaban mereka kompak, orderan untuk jenis kue yang disebut tadi sudah membuat kewalahan. Dan pesanan terbanyak memang seragam, lagi lagi nastar, kastengels dan lidah kucing, jadi primadona.

Nastar dan kastengels memang favorit. Nastar berasal dari bahasa Belanda, yaitu Annanas atau nanas dan Taart atau tar, sehingga bisa diartikan sebagai tar nanas. Sebenarnya kue ini terinspirasi dari kue pie buatan orang Eropa dengan isian buah bluberi dan apel.
Tapi, karena di Indonesia saat itu sulit menemukan kedua buah tersebut, maka kemudian memanfaatkan nanas yang tumbuh banyak di negara tropis. Nastar ala Indonesia punya bentuk lebih kecil dibandingkan pie atau kue tar Eropa umumnya.

Nama nastar juga diambil dari nastaart yang berarti kue nanas. Sedangkan dalam bahasa Inggrisnya dinamakan pineapple tarts, atau pineapple nastar roll, yang populer saat masyarakat merayakan Natal. Dalam Bahasa Hokian, nastar diartikan sebagai ong lai (buah pir emas) yang berarti 'kemakmuran datang kemari', rezeki, dan keberuntungan. Warna emas, manis dan lembutnya isi nanas melambangkan rezeki yang manis, dan melimpah.

Seiring majunya teknologi dan pengetahuan, kue ini sudah dikembangkan dalam berbagai varian rasa, seperti stroberi, blueberi, dan lain-lain. Bahkan nastar yang dinobatkan sebagai kue rumahan, kini banyak diperjualbelikan di toko roti, toko kue, dan pasar swalayan dalam kemasan toples plastik.

Menjelang Lebaran begini, berkeliling ke beberapa toko cookies langganan, jualannya hampir mirip semua. Kalau toh ada yang beda, tambahannya biasanya hanyalah ada cokelat.
Di beberapa grup whatsaapku setiap malam berseliweran info penawaran kue Lebaran itu.

Lebaran sebentar lagi. Saat tulisan ini kubuat, Lebaran 18 hari lagi. THR (tunjangan hari raya) mungkin belum dibagikan. Tapi hiruk pikuk para ibu berbelanja seolah tak bisa direm.

Di kantorku yang kebetulan 90 persen perempuan, wuih setiap hari terjadi transaksi, meski sebatas baru pesan memesan. Mulai dari kerudung, mukena, kain batik. Yang paling heboh adalah makanan, dan minuman. Aneka cookies Lebaran seperti nastar, putri salju, kastengels, lidah kucing, semprit, kue bawang, sagu keju, cheese stick, widaran keju, kue kering kacang mete, bola bola cokelat,  mocha chip, choco chip, kue semprong, kue pluntir, dll.

Belum lagi yang langsung buatan pabrik, semacam biskuit Khong Ghuan, Monde, Oat Choco, Roka Wafer Ball, Astor, aneka wafer segala merek, dan kudapan lumer macam jelly. Semua ditawarkan. Semua dicari dan diinginkan, sesuai selera. Aneka minuman segar, seperti jus apel, teh melati botolan, laris manis. Tinggal tentukan pilihan ! 

Benar-benar rejeki Lebaran yang manis.



Onny
8 Juni 2017



Rabu, 07 Juni 2017

Arisan


Ayo arisannnnn......
Di kalangan perempuan kata dan kegiatan ini sangat familiar.

Termasuk aku. Setiap awal bulan, aku ada arisan dasawisma di perumahan, di awal bulan pula arisan yang lain menanti, yakni dengan teman teman kantor.
Di pertengahan bulan ada arisan dengan komunitas seprofesi.
Dan di sembarang tanggal --tergantung kesepakatan bersama -- ada arisan dengan teman teman alumni kuliah. Dan tiga bulan sekali ada arisan keluarga.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arisan/aris·an/ n adalah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya. Undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya;
Berarisan/ber·a·ri·san/ v bertemu (berkumpul) secara berkala untuk arisan

Di Indonesia, dalam budaya arisan, setiap kali salah satu anggota memenangkan uang pada pengundian, pemenang tersebut memiliki kewajiban untuk menggelar pertemuan pada periode berikutnya arisan akan diadakan.

Di dalam arisan ada bandar dan peserta arisan. Tentu saja juga uang yang beredar. Nilainya macam-macam. Ada yang arisan hanya Rp 100 ribu. Ada pula yang pasang Rp 300 ribu, Rp 500 ribu, Rp 1 juta. Untuk kalangan berpunya dan sosialita, tentu bisa dibayangkan berapa nilai arisannya. Arisan ini bisa berupa arisan uang atau arisan barang. Barang biasanya alat- alat elektronika, motor, dll. Tapi paling banyak dan mudah menjalankannya adalah arisan uang.

Bandar arisan adalah posisi terpenting di setiap kelompok arisan. Tugas bandar ini macam-macam. Paling utama adalah menagih uang arisan peserta, kemudian mengurus tempat arisan, mengumpulkan atau mengundang peserta (woro-woro).

Urusan menagih setoran arisan itu tak mudah, karena tidak selalu lancar. Ada peserta yang sudah paham “kewajibannya” langsung bayar, tapi ada juga yang mesti ditagih dan diingatkan. “Kadang tak cukup sekali lo menagihnya,” kata Novi, yang “rajin” jadi bandar arisan. Makanya, setiap bandar punya cara sendiri untuk memudahkan tugasnya menagih. 

Lantaran kemudahan teknologi, arisan pun kini mudah. Tak selalu harus bertemu fisik. Tapi model begini menuntut tingkat kepercayaan sangat tinggi. Uang tinggal transfer ke rekening “bandarnya”. Yang dapat arisan pun tinggal ditransfer. Ini biasanya terjadi bila urutan yang menarik arisan sudah ditentukan di awal pertemuan. Jadi misalnya 10 orang peserta arisan. Yang pertama adalah si A, kemudian B, C, dan seterusnya. Ini biasanya terjadi pada arisan dengan teman-teman kantor. Tak perlu “ngumpul” bertemu muka dan bayar arisan. 

Aku sendiri senang banget kalau dapat urutan terakhir hehehe. Setelah narik kan nggak perlu setor setor lagi. Tapi andai dapat di urutan awal–awal ya  nggak masalah juga.

Arisan bagi beberapa perempuan adalah sarana untuk menabung (nyelengi). Ketimbang habis di dompet. Meski punya tabungan di bank, arisan boleh dibilang lebih seru dan asyik-asyik saja. 

Arisan pun menjadi alasan untuk bisa bertemu. Bertemu tetangga, teman, sahabat, saudara, atau keluarga. Kalau ada embel-embel arisan, pasti diupayakan untuk datang karena bisa bertemu si A si B. Dan pulangnya kalau beruntung, ya dapat rejeki arisan. Kalau kurang beruntung, tidak juga terlalu menyesal. 

Yang penting silaturahmi, pul kumpul. Nanti kalau sudah bertemu kawan, obrolannya bisa macam-macam. Bisa bahas perjodohan buat yang masih lajang. Bisa diskusi tentang networking usaha bisnis. Silakan bahas habis tentang diet untuk menurunkan berat badan. Atau ngobrol tentang anak-anak dan hal lainnnya. Di tempat arisan pula, teman yang punya usaha, boleh membawa dagangannya di sana juga.

"Lagian arisan ini lo waktunya seenaknya polll. Dibuat dua tahun lalu, yang narik arisan baru dua orang, dan periode ketiga ini setelah 2 tahun tak bertemu. Coba bayangkan...," kata Lucya, bandar arisan alumni antro, UA.  
Tapi sekali lagi, peserta arisan ini asyik asyik saja. Yang penting seruuuu !!! .....*

Onny
8 Juni 2017


                                           horeeee...dapat arisan.




Kamis, 25 Mei 2017

Nikmatnya 'Ngremus' Es Batu



Lama banget hobi yang satu ini tak kulakukan lagi. Waktu itu gegaranya, aku diingatkan ibu, untuk mengurangi makan es batu, dengan alasan ngeman (sayang) gigiku. Aku pun manut.

Hingga pada satu hari, di kafe Cak Yu, Surabaya, aku menyaksikan Riza, kawan karibku, dengan “lincah” mengudap es batu seperti layaknya makan kripik kentang. Bahkan karibku ini tak segan meminta lagi segelas khusus es batu saja! Pun untuk segelas es batu itu, ia harus bayar 3000 rupiah.

Ini persis dengan yang pernah kulakukan beberapa tahun silam. Setiap kali minum es yang segar, es batu pun turut tandas. Kalau masih lama berada di warung atau resto itu, karena ngobrol ngalor ngidul dengan kawan, maka tambahan beberapa gelas es batu pasti kuminta. Melihat Riza demikian asyik, ah, aku jadi tergoda untuk melakukan hobi ini lagi.

Apalagi sekarang ini makin enak, karena es batu nya juga tampil “modern” dalam bentuk ice tube -kotak kotak kecil- yang tinggal kremus. Beda dengan jaman dulu, yang potongan es batunya pasti gede gede. Wong yang dipotong adalah es balokan. Harus nunggu lama, hingga es batu “menyusut” dan pas untuk diklethuk, atau dikremus. Kalau pingin cepat, minta tolong penjual es, untuk memotong-motongnya lebih kecil.

Seperti Riza, maka setiap kali andhok es teh tarik favoritku, maupun es lainnya, kini aku juga minta es batunya yang banyak, atau ya nambah lagi. Kalau masih kurang ? Kalau kebetulan sedang bersama anak-anak, maka mereka tak segan mengulurkan es batunya.

Bagaimana soal gigi ? Untungnya gigiku bukan termasuk yang sensitif dingin. Jadi sampai hari ini aman untuk urusan kremus-kremus es batu.  Bahkan kalau di kulkas sedang tak ada buah, atau kacang-kacangan yang bisa kukudap sebagai camilan, maka es batu jadi penolongnya.  

Soal rasa ? Wah tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Nikmat dan segar bingits – pinjam kata kekinian untuk mewakili banget yang sangat--. Yang jelas saat ngremus itu, ada irama unik yang bisa dinikmati dan didengarkan. Rasa segar langsung membasahi lidah dan tenggorokan. Asyik kan !

Beruntungnya lagi, ada ahli yang sudah meneliti tentang kebiasaan ini. Penelitian itu menyatakan es batu bukan hanya tidak mengandung kalori, tapi juga mampu membakar kalori ketika tubuh mencairkannya.

Ahli pencernaan Dr Brian Weiner memang banyak mempromosikan diet es batu. “Ketika makan es batu kita akan mendapatkan dua keuntungan, membakar kalori dan mengonsumsi makanan yang tidak mengandung kalori," kata Weiner yang telah membuat buku The Ice Diet yang bisa diunduh secara gratis di e-book.

Menurut ia, orang dewasa aman mengunyah es batu sekitar seliter setiap hari. Jumlah tersebut akan membakar 160 kalori atau setara dengan kalori yang dibakar ketika seseorang berlari sejauh 1,6 kilometer. Meski demikian, Weiner mengatakan mengonsumsi es batu lebih dari satu liter setiap harinya bisa berakibat toksik. 

Selain itu jika Anda ingin mencoba diet ini, tetap disarankan untuk menjaga asupan makanan secara keseluruhan. Konsumsi makanan yang bernutrisi agar kebutuhan gizi setiap hari terpenuhi. 

Jadi, begitu menemukan hasil penelitian tersebut, aku dan Riza makin “menjadi”. Di rumah, aku membeli beberapa cetakan es batu lagi untuk persedian di freezer, sehingga cadangannya makin banyak. Sedangkan Riza lebih “gila” lagi. Ia tak segan membeli sekantung plastik ukuran 3 kg-an ice tube yang siap kremus.
“Murah, cuma 5000 rupiah segini banyaknya.”  Setiap membuka kulkas, ia pasti mengambil es batu. Apalagi cuaca Surabaya, panas begini.

Dan..... kalau kami sedang janjian untuk makan bareng, dipastikan aku dan Riza tak akan berhenti ngremus es batu. Pun, tentu saja ini; kami menolak untuk berbagi es batu ...hahahaha ..... *

25 Mei 2017

onny

Rabu, 20 Juli 2016

Rajin 'Membuang'....



“Upssss !!!...... “ spontan aku berucap saat mendengar anak bungsuku, Bening sibuk mencari baju seragam putih merahnya.
“Ibu seragam putih merahku dimana ya ? Besok harus dipakai saat upacara penerimaan siswa baru,” katanya seraya mencari-cari di lemari bajunya.
“Aduh Adik, maaf ya baju seragammu sudah dibawa ke Nganjuk,” kataku. Aku menyebut sebuah desa di kota kecil di Jawa Timur ini. Di sebuah desa itu, ada beberapa keluarga yang selalu siap menerima uluranku. Dalam bentuk apapun.
Suamiku marah, mendengar hal ini. Kok bisa secepat itu berpindah tangan. Sementara perpisahan kelas 6 SD, barusan selesai beberapa hari lalu.
Begitu tahu Bening sudah diterima di sekolah yang baru, sebagai murid baru sebuah SMP Negeri, kupikir seragam sekolahnya tak lagi baju atasan putih dan bawahan merah. Karena sudah SMP, seragamnya ganti putih biru. Maka ketika berkesempatan menyortir baju, seragam itu juga ikut kusingkirkan dari lemarinya. 
“Terus bagaimana ini  Bu ?” tanya Bening. “Ayoooo ikut ibu ke toko,” ajakku. Sebagai bentuk pertanggungjawabanku, malam itu juga aku membelikan seragam baru putih merah.
 *****
Apa yang terjadi malam itu, sebenarnya bukan pertama kali. Hal yang sama pernah kulakukan beberapa kali waktu silam. Kali itu yang jadi "korbannya" adalah baju dan celana panjang suamiku.
Saat itu kupikir baju-baju kausnya sudah harus disortir karena warnanya yang sudah mbulak (pudar). Bentuknya tak lagi bagus. Demikian juga celananya. Dan tampaknya lama tak pernah dipakai. Makanya kupilih dan kuberikan ke orang yang membutuhkan.
Ternyata setelah baju2 itu berpindah tangan, suamiku malah ingin memakainya.. ia tak menghendaki baju-baju itu berpindah tangan. Walah.....
Katanya, masih bisa dipakai untuk baju tidur, bisa digunakan ketika bersih-bersih rumah atau mencuci mobil. Untuk lap juga bisa.
Aku tetap tak mau disalahkan. Kubilang, “Kalau memberi itu kan harus yang baik. Bukan yang jelek-jelek kemudian diberikan.”
Korban lainnya adalah baju anak sulungku.
“Ibu ini terlalu rajin, jaketku kan masih bagus bu,” katanya setengah “memprotes” kebiasaanku. Jaket garis-garis yang kusortir itu adalah jaket kesayangannya. “Kan warnanya sudah pudar Mas. Lagi pula di ujung lengannya ada yang sobek,” kataku.
Tapi anakku tetap saja tak terima. Aku cuma tersenyum kecut. “Aku masih pingin pakai bu. Kalau buat naik motor kan gak masalah,” ujar Banyu, sulungku.

****
Jam menunjukkan pukul 23.00. Mata belum juga mengantuk. Tapi sedang enggan membaca majalah atau buku. Akhirnya tanganku segera menjelajah ke lemari pakaian. Dengan cepat aku merapikan baju-baju suamiku. Kemudian baju2ku sendiri. Saat merapikan ini sekaligus aku menyortir baju2 yang sudah tak muat lagi, baju yang lama tak dipakai, atau baju yang sudah jelek. Bahkan ada juga baju baru, yang karena berbagai alasan belum pernah dipakai sama sekali.
Itu yang selalu kulakukan setiap kali mata tak juga terpejam.  
Aku mengakui kalau kelewat rajin menyortir baju. Prinsipku, ketika aku mampu membeli satu baju baru, maka aku juga harus mengeluarkan satu baju lama. Ini yang membuat lemariku tak pernah penuh berjejal.
Rasanya aku bahagia sekali kalau bisa “membagi” baju-baju untuk keluarga yang membutuhkan.
Terkadang saat tidak beli baju baru pun, keinginan untuk menyortir begitu menggebu. Hahahah...kalau sudah membuka lemari baju malam-malam, wajah suamiku langsung berubah kuatir, “jangan-jangan jaket-jaket naik gunungku bakal dihabisi”....
Memang ada setumpuk jaket gunung dan beberapa menggantung di lemarinya. Dan tanganku sudah pingin banget menyingkirkannya hahahha......
Karena ? “Karena dia sudah lama banget tak mendaki...” *

Rabu, 13 Juli 2016

Kisah Kopi Tengah Malam

Siapapun paham dan hapal betapa nikmatnya aroma kopi. Demikian juga rasanya.
Menghirup aromanya saja sudah menenangkan, apalagi meneguknya.
Yang latte, capuccino, kopi putih, maupun yang kopi hitam. Semua punya kekhasan aroma dan rasa masing-masing.
Tapi jadi lain ceritanya kalau aroma kopi ini kuhirup pas tengah malam, tepatnya pukul dua dini hari. Aroma kopinya begitu kental dan kuat di kamarku, yang tak terlalu luas.
Ketika pertama kali mengalami hal ini, aku sendirian di kamar. OMG kutengok jam dinding, ini masih pukul 2 dini hari. Siapa yang membuat kopi malam-malam begini. Di luar jendela hanya terdengar suara gerimis yang tak juga henti, sejak senja tadi.
Aku tak punya nyali untuk beranjak. Yang kulakukan justeru aku makin merapatkan selimutku hingga seluruh kepalaku dan berusaha sekuat tenaga memejamkan mata kembali. Ya Tuhanku...aroma ini tak segera berlalu. Aku terus berdoa.
Sampai akhirnya aku tak ingat lagi aroma kopi itu menghilang jam berapa, karena aku sudah tertidur kembali, hingga azan Subuh membangunkanku.
Pagi kutanya anak-anakku. Mereka tak ada yang merasakan hal yang sama."Tidak mencium bau apa-apa Bu," kata sulungku.
Saat arisan dasawisma di perumahan, aku sempat bertanya pada tetangga dekat, dan beberapa ibu lain. Mereka seperti kompak menjawab, tidak pernah membaui aroma yang sama denganku.
Oh....
Kuceritakan pada suamiku, aku malah ditertawakan. Dia bilang, "Ada tetangga yang bikin kopi."
"Tapi kenapa malam-malam begitu."
"Lo ya gak masalah to. "
"Lagi pula kalau bikin kopi, masak, baunya sampai rumah kita," kataku agak sewot.
"Kena angin malam," kata suamiku lagi. 
***
Penasaranku belum terjawabkan. Tapi aku pun tak ingin mengingatnya.
Hingga suatu kali aku membaui lagi aroma yang sama. Dan waktunya pun sama. Pukul 2 dini hari.
Oh Tuhanku. Karena bau itu, aku otomatis terbangun. Makin lama, makin kuat. Kubangunkan suamiku, dengan sedikit paksa.
"Bangun dong. Ini lo, coba hirup baunya. Bau kopi..."
Dasar suamiku. Dia asal jawab saja,"Tetangga sebelah bikin kopi."
Sebelah mana? tanyaku. "Ini lo bau banget di kamar kita."
Tak ada jawaban. Matanya tak melek sama sekali. Dengkurannya berirama lagi. Sementara di luar rumah sunyi banget. Tak ada suara keramaian. Yang ada hanya desis angin.
Oh.... rasa takut menyergapku. Apalagi tiga hari lalu aku juga mendengar suara "aneh" dari atas rumah.
Dan seperti kejadian sebelumnya. Kutarik kencang-kencang selimutku hingga menutupi kepala. Serta berupaya keras, mata merem lagi.
Paginya kubahas lagi dengan suamiku. Dia cuma tertawa. "Bukan apa-apa. Ya mungkin ada yang bikin kopi."
Hmm....aku tak puas. Aku yakin itu aroma kopi yang baru dibuat, sangat kental.
Tapi aku harus tanya ke siapa lagi.
Kubiarkan penasaranku....Aku tak menemukan jawaban pasti
Antara takut, kuatir, dan macam-macam, aku coba searching di google. Kucari tulisan tentang "kalau membaui aroma kopi di waktu yang tidak tepat, dan tidak jelas sumbernya," berarti pertanda apa.
Di "opa" google tak kutemukan pembahasan tentang hal itu. Hanya kutemukansebuah berita di Bekasi, dimana aroma kopi selalu tercium  pukul 22 - 01 dinihari. Tapi itu pun tak jelas musababnya.
Penasaranku belum berujung...

******

Dua minggu, tiga minggu, empat minggu dari kejadian terakhir.
Sampai.....
Suatu siang, aku baca tulisan di spanduk kecil yang menempel di sekitar gerbang perumahan. RUMAH DIJUAL....lengkap dengan data luas tanah, luas bangunan, dan nomer telepon yang dapat dihubungi.
Adikku sedang berburu rumah. Mungkin ini cocok. Lokasinya tiga blok dari rumahku.
Kutelepon nomor itu. Tersambung. Tanpa perlu banyak bertanya, seorang wanita penerima telepon, yang ternyata juga pemilik rumah sudah menjelaskan panjang lebar.
"Dari depan rumahnya memang tampak kecil Bu. Tapi begitu Ibu masuk, di dalam sangat luas. Lha wong rumah itu saya pakai juga untuk usaha."
"Usaha apa ya Bu ?" tanyaku.
"Saya punya penggorengan kopi Bu," katanya.
Ibu punya penggorengan kopi?" tanyaku meyakinkan. Pikiranku langsung "nyetrum" ke aroma kopi.
Aku masih belum yakin. "Ibu nggoreng kopinya setiap hari, atau gimana ya Bu?"
"Oh ya nggak. Kalau stok sudah menipis saya baru menggoreng kopi."
"Kenapa ya Bu?"
"Oh gak pa pa," kataku. "Jam berapa biasanya ibu menggoreng kopi?"
Suami yang ada di sebelahku, kulihat mulai senyum-senyum.
"Ya biasanya saya nggoreng sebelum subuh gitu Bu, kadang ya jam 2 mulai sampai selesai. Ibu mau pesan ?"
"Ohhhh oke Bu. Nanti sore saya coba lihat ya rumahnya."
Komunikasi segera kuakhiri. Aku dan suami, langsung berteriak bersamaan.
"Nah sudah ketemu kan jawabannya. Bau kopi malam-malam itu...."
Walah, walah, aku terbahak...
 
 
 
 

Selasa, 05 Juli 2016

Tak Malu Jabat Tangan



Ingat slogan iklan sabun cuci "berani kotor" ? Atau tagline, "cuci tangan pakai sabun".
Hmm...aku suka tagline keduanya. Itu artinya mengedukasi siapapun untuk selalu bersih.
Termasuk aku di antaranya.
Tapi bagaimana dengan tanganku yang jadinya keseringan bersentuhan dengan sabun ?
Kulit telapak tanganku jadi ketat, kering, bahkan jadi malu untuk berjabat tangan. Harus mencari solusi ni..
Kucoba "jalan jalan" di dunia maya mencari produk / kosmetik yang dapat menjaga kehalusan kulit tangan. Setidaknya supaya tanganku nggak kasar kasar amat.
Oh ternyata banyak juga ya pilihannya. Beberapa brand terkenal malah punya banyak pilihan aroma handcream. 
Brand lokal juga ada. Jelajahanku akhirnya memilih hand cream aroma strawberry. Secara fisik kok lucu sih...




Setelah kubaca seksama dijelaskan kalau Esther Handcream ini memang diformulasikan khusus dengan kandungan wheatgerm oil dan pro vitamin B 5  yang baik untuk menutrisi kulit telapak tangan.

Saat kucoba ahai.....aromanya seperti permen bubble gum. Lembut banget. kuoleskan beberapa kali, tanganku yang kering menjadi lebih lembab, lembut dan halus.
Krimnya ringan banget.
Dan ternyata handcream juga dapat dimanfaatkan untuk melembutkan kuku. Kukuku juga mudah kering. Saat longgar, krim tangan ini kubuat sebagai masker kuku. Dibiarkan kurang lebih 1 jam.  Hasilnya oke juga.
Sayangnya setelah aku mengenal krim tangan ini, aku jadi sering banget mengoles oles telapak. Handcream jadi cepat habis.
Tapi di sisi lain, nggak kuatir lagi sesering apapun aku cuci tangan. 
Tertarik mencoba ? ^
www.estherhouseofbeauty.co.id
ig @esther_house_of_beauty
twitter @EstherHoB
facebook.com/esther.surabaya.1