Kamis, 25 Mei 2017

Nikmatnya 'Ngremus' Es Batu



Lama banget hobi yang satu ini tak kulakukan lagi. Waktu itu gegaranya, aku diingatkan ibu, untuk mengurangi makan es batu, dengan alasan ngeman (sayang) gigiku. Aku pun manut.

Hingga pada satu hari, di kafe Cak Yu, Surabaya, aku menyaksikan Riza, kawan karibku, dengan “lincah” mengudap es batu seperti layaknya makan kripik kentang. Bahkan karibku ini tak segan meminta lagi segelas khusus es batu saja! Pun untuk segelas es batu itu, ia harus bayar 3000 rupiah.

Ini persis dengan yang pernah kulakukan beberapa tahun silam. Setiap kali minum es yang segar, es batu pun turut tandas. Kalau masih lama berada di warung atau resto itu, karena ngobrol ngalor ngidul dengan kawan, maka tambahan beberapa gelas es batu pasti kuminta. Melihat Riza demikian asyik, ah, aku jadi tergoda untuk melakukan hobi ini lagi.

Apalagi sekarang ini makin enak, karena es batu nya juga tampil “modern” dalam bentuk ice tube -kotak kotak kecil- yang tinggal kremus. Beda dengan jaman dulu, yang potongan es batunya pasti gede gede. Wong yang dipotong adalah es balokan. Harus nunggu lama, hingga es batu “menyusut” dan pas untuk diklethuk, atau dikremus. Kalau pingin cepat, minta tolong penjual es, untuk memotong-motongnya lebih kecil.

Seperti Riza, maka setiap kali andhok es teh tarik favoritku, maupun es lainnya, kini aku juga minta es batunya yang banyak, atau ya nambah lagi. Kalau masih kurang ? Kalau kebetulan sedang bersama anak-anak, maka mereka tak segan mengulurkan es batunya.

Bagaimana soal gigi ? Untungnya gigiku bukan termasuk yang sensitif dingin. Jadi sampai hari ini aman untuk urusan kremus-kremus es batu.  Bahkan kalau di kulkas sedang tak ada buah, atau kacang-kacangan yang bisa kukudap sebagai camilan, maka es batu jadi penolongnya.  

Soal rasa ? Wah tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Nikmat dan segar bingits – pinjam kata kekinian untuk mewakili banget yang sangat--. Yang jelas saat ngremus itu, ada irama unik yang bisa dinikmati dan didengarkan. Rasa segar langsung membasahi lidah dan tenggorokan. Asyik kan !

Beruntungnya lagi, ada ahli yang sudah meneliti tentang kebiasaan ini. Penelitian itu menyatakan es batu bukan hanya tidak mengandung kalori, tapi juga mampu membakar kalori ketika tubuh mencairkannya.

Ahli pencernaan Dr Brian Weiner memang banyak mempromosikan diet es batu. “Ketika makan es batu kita akan mendapatkan dua keuntungan, membakar kalori dan mengonsumsi makanan yang tidak mengandung kalori," kata Weiner yang telah membuat buku The Ice Diet yang bisa diunduh secara gratis di e-book.

Menurut ia, orang dewasa aman mengunyah es batu sekitar seliter setiap hari. Jumlah tersebut akan membakar 160 kalori atau setara dengan kalori yang dibakar ketika seseorang berlari sejauh 1,6 kilometer. Meski demikian, Weiner mengatakan mengonsumsi es batu lebih dari satu liter setiap harinya bisa berakibat toksik. 

Selain itu jika Anda ingin mencoba diet ini, tetap disarankan untuk menjaga asupan makanan secara keseluruhan. Konsumsi makanan yang bernutrisi agar kebutuhan gizi setiap hari terpenuhi. 

Jadi, begitu menemukan hasil penelitian tersebut, aku dan Riza makin “menjadi”. Di rumah, aku membeli beberapa cetakan es batu lagi untuk persedian di freezer, sehingga cadangannya makin banyak. Sedangkan Riza lebih “gila” lagi. Ia tak segan membeli sekantung plastik ukuran 3 kg-an ice tube yang siap kremus.
“Murah, cuma 5000 rupiah segini banyaknya.”  Setiap membuka kulkas, ia pasti mengambil es batu. Apalagi cuaca Surabaya, panas begini.

Dan..... kalau kami sedang janjian untuk makan bareng, dipastikan aku dan Riza tak akan berhenti ngremus es batu. Pun, tentu saja ini; kami menolak untuk berbagi es batu ...hahahaha ..... *

25 Mei 2017

onny